diary ramadhan 3

Pengantar
"Qiyamul Lail" artinya shalat yang didirikan di waktu malam, secara loghawiyah hal ini berarti pula shalat maghrib, isya, dan lainnya. Jadi pelaksanaan shalat "tarawih" (tarawwah, attarawuan), istilah yang menggantikan "qiyamul lail", tetapi secara loghawiyah 'tarawiyah' termasuk 'qiyamul lail'. Berbeda dengan 'qiyamul lail' yang ada di Q.S. Al-Muzzammil: 1-6, yang dimaksud disini merupakan shalat malam yang didirikan Nabi sebelum terangkat jadi Rasulullah SAW. 

Pelaksanaan shalat Tarawih, masna, masna (2 rakaat, 2 rakaat). Bukan 4 rakaat sekaligus dengan sekali salam. Sebagaimana yang pernah diriwayatkan Aisyah RA., ia melihat Nabi shalat malam hari di bulan Ramadhan 'arba-a rake atin' (sudah terjadi 4 rakaat) bukan 'arbaa araka atin' (4 rakaat). Ini merupakan bahasa loghat yang harus dipahami agar tidak terjadi kekeliruan interpretasi. Karena 'tarawih' berarti pula 'tarawwah' artinya shalat yang dilaksanakan dalam keadaan beristirahat, maka apabila telah mencapai 4 rakaat, kita bisa "beristirahat" dalam arti misalnya beralih mengerjakan tugas kita yang lain, menerima tamu jika ada yang datang, atau bagi ibu yg baru melahirkan bisa menyusui anaknya sejenak, dan keperluan duniawi yang lain. Jika sudah, baru kita melanjutkan sisa rakaat yang belum selesai (4 rakaat bagi yang mengambil 8 rakaat misalnya). Beda halnya apabila dilakukan di Masjid, tentunya akan dirampungkan sekaligus.

Hikmah yang Di Bawa Ramadhan Untuk Ummat Muhammad
Wanita yang belum mengganti puasanya karena haid misalnya , dan tiba kembali Ramadhan, maka terkena hukum "kaffara" di bayar dengan 'wajib muhayyar'. 'Shaumu syawali' (puasa syawal) 6 hari berturut-turut, itu menutupi 30 Ramadhan dalam arti berkahnya 6 hari sama dengan 30 Ramadhan. Jadi dengan melaksanakan puasa syawal saja, berarti 'qada' puasa di Ramadhan sudah lolos atau tertutupi.

Ramadhan bukan berarti ibadah ditingkatkan/diperbanyak (berlebih-lebihan), tetapi hikmah, berkah dan kualitas ibadah yang harus menjadi perhatian. Ramadhan terambil dari kata 'ridhaullahi ta'ala'. Yang kita butuhkan setiap saat adalah 'ridhaullahi ta'ala' (ridha Allah). Kalau diartikan dalam bahasa bugis 'rio' atau 'rennunna' puangnge. Untuk itu kita jangan berputus asa untuk senantiasa maju dan berusaha. Karena keridhaan itu, seandainya ada manusia yang memiliki dosa seluas alamul syahada ini, apabila Tuhan menurunkan ke-ridha-anNya sebesar 'zarrah', maka terhapus semua dosa-dosa itu.

Sekarang umat Muhammad diberikan Ramadhan untuk mendapatkan keridhaan itu. Banyak umat terdahulu yang menginginkan itu, tetapi mereka hanya mendapatkan 'shaum'nya yang berujung pada 'laallakum tattaqun' sama dengan umat Muhammad. Jadi puasa dalam Ramadhan, menghimpun dalam arti tidak ada satu alam pun yang tidak diselimuti keridhaan Allah SWT selama sebulan itu. Ini suatu ibadah atau kewajiban yang dikhususkan buat kita dan tidak ada campur tangan Malaikat dan Nabi, sebab ini adalah Hak Allah SWT. Balasannya hanya karena Allah SWT, karena keridhaan memang sifatNya yang merupakan sifat yang mutlak.

Pada kata Ramadhan, huruf 'mim' menunjukkan 'zamaniyah' atau waktu sedang 'ridhai' menunjukkan sifatNya. Perlu dipahami bahwa 'ridha' menghimpun dari semua sifat Allah SWT. Sebagian orang picik dalam mengartikan Q.S. Albaqarah: 183. Kata 'kutiba' pada ayat ini adalah 'majhul', di lihat dari bentuk kalimatnya seakan bukan perintah karena dia menghindari kata 'fil amr/perintah', yang sesungguhnya bukan 'kutiba' tetapi 'uktube'. Kalau perintah misalnya 'akimush shalat', dirikanlah shalat (bugis; tettongi sempajangnge). Sedang 'kutiba' tidak demikian. Seandainya kita mendengar Allah menyebut kalimat 'kutiba', kita akan terhanyut dalam kenikmatan. Betapa fasihnya Allah SWT dalam mengungkap kata ini. Tiada daya dan upaya kita jika mendengar hal tersebut. Artinya dapat diilustrasikan sebagai berikut: "wahai hambaku, aku harapkan sekali engkau berpuasa" (bugis; ulorang laloko kasi mappuasa). Hal ini terlontar, karena Allah SWT mengetahui betapa "tajam"nya hikmah yang terbawa pada puasa.

Puasa dalam loghat arabiyah adalah 'shama' sedangkan dalam bahasa alquran 'shiyamu'. Kedua kata ini berbeda dimana 'shama' adalah puasa dalam arti menahan apa yang masuk dalam mulut kita (makan dan minum). Sedangkan kata 'shiyamu' bukan hanya mencakup itu, banyak hal yang harus di"puasa"kan, banyak hal yang harus dihindari yakni hawa nafsu.

Kemudian pada kalimat "la'allakum tattaqun", ini menghimpun beberapa makna. Kata "la'allakum" bermakna: "agar puasa ini, agar Ramadhan ini mampu merubah..."??? Apa yang berubah ? yakni 'tattaqun'.

Kata 'tattaqun' memiliki makna berganda. Pada kata 'taqun' bermakna sifat kepribadian kita, sifat keabdian kita. Sebenarnya kata ini kalau kita mau ambil adalah 'ittakullah' yang berarti meningkatkan ketakwaan. Pada kata 'tatta' bermakna untuk menyempurnakan kehidupan kita di dunia secara keseluruhan. Jadi ada dua 'ta' yg berarti bukan hanya ketakwaan yang harus ditingkatkan, tetapi permohonan kita harus kita habiskan dalam bulan suci Ramadhan agar terjadi jaminan hidup kita jauh lebih baik dari tahun yang telah berlalu (Ingat, Ramadhan menghimpun keberkahan dari 11 bulan lainnya !!!).

Jadi dapat disimpulkan berkah Ramadhan adalah ketakwaan dan kehidupan dunia di jamin/di rubah Allah SWT kalau istiqamah kita baik. Olehnya mari kita pandangi Ramadhan ini sebagai satu keyakinan yang mutlak. Jangan sampai Ramadhan mendatangi kita tanpa menjemputnya.

masyaallah, tabarakallah,
wallahu 'alam bishshawab.
Makassar, 22 Agustus 2010
Title: diary ramadhan 3; Written by asharologi; Rating: 5 dari 5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan berkomentar pada kolom yang tersedia.
terima kasih.
salam... ^_^