munajat ramadhan

Aku ini hambamu, anak dari hambamu, Ummat dari Nabimu Muhammad SAW, Yaa Allah Yaa Rabbii, Engkaulah Tuhan yg menurunkan Wal-Furqanmu dengan Lailatul Qadarmu bersama para Malaikatmu. Anugerahkanlah kepadaku Lailatul Qadarmu dan jadikanlah diriku ini dari golongan hambamu yg Engkau Ridhaai di bulan Ramadhanmu thn ini dengan Lailatul Qadarmu.

Yaa Allah Yaa Rabbi jadikanlah aku bilangan hambamu yang sedikit, yang kau tingkatkan derajat keimanan dan ketakwaannya di thn ini.
Yaa Allah Yaa Rabbi jadikanlah aku bilangan hambamu yang sedikit, yang kau tingkatkan derajat keduniawiannya di thn ini.
Yaa Allah Yaa Rabbi jadikanlah aku bilangan hambamu yang sedikit, yang kau beri kebaikan dan kebahagiaan hidup lebih baik dari tahun yg tlah aku lalui,

karena Engkaulah Tuhan yg Kusembah dan Kepadamulah tujuan hidup kami, amin, amin, yaa Rabbal Aalamiin...
Makassar, 22 Agustus 2010
Read more...

diary ramadhan 3

Pengantar
"Qiyamul Lail" artinya shalat yang didirikan di waktu malam, secara loghawiyah hal ini berarti pula shalat maghrib, isya, dan lainnya. Jadi pelaksanaan shalat "tarawih" (tarawwah, attarawuan), istilah yang menggantikan "qiyamul lail", tetapi secara loghawiyah 'tarawiyah' termasuk 'qiyamul lail'. Berbeda dengan 'qiyamul lail' yang ada di Q.S. Al-Muzzammil: 1-6, yang dimaksud disini merupakan shalat malam yang didirikan Nabi sebelum terangkat jadi Rasulullah SAW. 

Pelaksanaan shalat Tarawih, masna, masna (2 rakaat, 2 rakaat). Bukan 4 rakaat sekaligus dengan sekali salam. Sebagaimana yang pernah diriwayatkan Aisyah RA., ia melihat Nabi shalat malam hari di bulan Ramadhan 'arba-a rake atin' (sudah terjadi 4 rakaat) bukan 'arbaa araka atin' (4 rakaat). Ini merupakan bahasa loghat yang harus dipahami agar tidak terjadi kekeliruan interpretasi. Karena 'tarawih' berarti pula 'tarawwah' artinya shalat yang dilaksanakan dalam keadaan beristirahat, maka apabila telah mencapai 4 rakaat, kita bisa "beristirahat" dalam arti misalnya beralih mengerjakan tugas kita yang lain, menerima tamu jika ada yang datang, atau bagi ibu yg baru melahirkan bisa menyusui anaknya sejenak, dan keperluan duniawi yang lain. Jika sudah, baru kita melanjutkan sisa rakaat yang belum selesai (4 rakaat bagi yang mengambil 8 rakaat misalnya). Beda halnya apabila dilakukan di Masjid, tentunya akan dirampungkan sekaligus.

Hikmah yang Di Bawa Ramadhan Untuk Ummat Muhammad
Wanita yang belum mengganti puasanya karena haid misalnya , dan tiba kembali Ramadhan, maka terkena hukum "kaffara" di bayar dengan 'wajib muhayyar'. 'Shaumu syawali' (puasa syawal) 6 hari berturut-turut, itu menutupi 30 Ramadhan dalam arti berkahnya 6 hari sama dengan 30 Ramadhan. Jadi dengan melaksanakan puasa syawal saja, berarti 'qada' puasa di Ramadhan sudah lolos atau tertutupi.

Ramadhan bukan berarti ibadah ditingkatkan/diperbanyak (berlebih-lebihan), tetapi hikmah, berkah dan kualitas ibadah yang harus menjadi perhatian. Ramadhan terambil dari kata 'ridhaullahi ta'ala'. Yang kita butuhkan setiap saat adalah 'ridhaullahi ta'ala' (ridha Allah). Kalau diartikan dalam bahasa bugis 'rio' atau 'rennunna' puangnge. Untuk itu kita jangan berputus asa untuk senantiasa maju dan berusaha. Karena keridhaan itu, seandainya ada manusia yang memiliki dosa seluas alamul syahada ini, apabila Tuhan menurunkan ke-ridha-anNya sebesar 'zarrah', maka terhapus semua dosa-dosa itu.

Sekarang umat Muhammad diberikan Ramadhan untuk mendapatkan keridhaan itu. Banyak umat terdahulu yang menginginkan itu, tetapi mereka hanya mendapatkan 'shaum'nya yang berujung pada 'laallakum tattaqun' sama dengan umat Muhammad. Jadi puasa dalam Ramadhan, menghimpun dalam arti tidak ada satu alam pun yang tidak diselimuti keridhaan Allah SWT selama sebulan itu. Ini suatu ibadah atau kewajiban yang dikhususkan buat kita dan tidak ada campur tangan Malaikat dan Nabi, sebab ini adalah Hak Allah SWT. Balasannya hanya karena Allah SWT, karena keridhaan memang sifatNya yang merupakan sifat yang mutlak.

Pada kata Ramadhan, huruf 'mim' menunjukkan 'zamaniyah' atau waktu sedang 'ridhai' menunjukkan sifatNya. Perlu dipahami bahwa 'ridha' menghimpun dari semua sifat Allah SWT. Sebagian orang picik dalam mengartikan Q.S. Albaqarah: 183. Kata 'kutiba' pada ayat ini adalah 'majhul', di lihat dari bentuk kalimatnya seakan bukan perintah karena dia menghindari kata 'fil amr/perintah', yang sesungguhnya bukan 'kutiba' tetapi 'uktube'. Kalau perintah misalnya 'akimush shalat', dirikanlah shalat (bugis; tettongi sempajangnge). Sedang 'kutiba' tidak demikian. Seandainya kita mendengar Allah menyebut kalimat 'kutiba', kita akan terhanyut dalam kenikmatan. Betapa fasihnya Allah SWT dalam mengungkap kata ini. Tiada daya dan upaya kita jika mendengar hal tersebut. Artinya dapat diilustrasikan sebagai berikut: "wahai hambaku, aku harapkan sekali engkau berpuasa" (bugis; ulorang laloko kasi mappuasa). Hal ini terlontar, karena Allah SWT mengetahui betapa "tajam"nya hikmah yang terbawa pada puasa.

Puasa dalam loghat arabiyah adalah 'shama' sedangkan dalam bahasa alquran 'shiyamu'. Kedua kata ini berbeda dimana 'shama' adalah puasa dalam arti menahan apa yang masuk dalam mulut kita (makan dan minum). Sedangkan kata 'shiyamu' bukan hanya mencakup itu, banyak hal yang harus di"puasa"kan, banyak hal yang harus dihindari yakni hawa nafsu.

Kemudian pada kalimat "la'allakum tattaqun", ini menghimpun beberapa makna. Kata "la'allakum" bermakna: "agar puasa ini, agar Ramadhan ini mampu merubah..."??? Apa yang berubah ? yakni 'tattaqun'.

Kata 'tattaqun' memiliki makna berganda. Pada kata 'taqun' bermakna sifat kepribadian kita, sifat keabdian kita. Sebenarnya kata ini kalau kita mau ambil adalah 'ittakullah' yang berarti meningkatkan ketakwaan. Pada kata 'tatta' bermakna untuk menyempurnakan kehidupan kita di dunia secara keseluruhan. Jadi ada dua 'ta' yg berarti bukan hanya ketakwaan yang harus ditingkatkan, tetapi permohonan kita harus kita habiskan dalam bulan suci Ramadhan agar terjadi jaminan hidup kita jauh lebih baik dari tahun yang telah berlalu (Ingat, Ramadhan menghimpun keberkahan dari 11 bulan lainnya !!!).

Jadi dapat disimpulkan berkah Ramadhan adalah ketakwaan dan kehidupan dunia di jamin/di rubah Allah SWT kalau istiqamah kita baik. Olehnya mari kita pandangi Ramadhan ini sebagai satu keyakinan yang mutlak. Jangan sampai Ramadhan mendatangi kita tanpa menjemputnya.

masyaallah, tabarakallah,
wallahu 'alam bishshawab.
Makassar, 22 Agustus 2010
Read more...

diary ramadhan 2

Baru pada Tahun ke 2 Hijriyah ada perintah untuk berpuasa (Q.S. 2:182) di bulan Ramadhan. Salman Al Farizi mengatakan, Rasulullah berkhutbah "wahai umat manusia yang beriman kepada Allah SWT, telah tiba kepadamu bulan yang Maha Agung lagi ber_Berkah di mana didalamnya ada 1 malam pahalanya lebih daripada 1000 bulan, Allah menjadikan puasa wajib disiangnya dan saya meminta kepada engkau untuk mendirikan shalat 'tatawwaw' pada malamnya" (riwayat Ibnu Huzaimah). Kata 'malam' disini diartikan akhir daripada usaha manusia. 'Lailatul qadri' bukan hanya malam hari. Karena bila berbicara soal malam, waktu malam antarnegara, memiliki selisih waktu siang dan malam yang berbeda. Jadi Lailatul Qadri, adanya Siang dan Malam selama kita dinaungi keridhaan (Ramadhan) Allah Swt.

Jangan pula kita berpikir Lailatul Qadri itu ada pada malam-malam ganjil. Ini merupakan pandangan yang keliru. Jadi jika puasa dan ibadah lainnya anda baik, ini berarti Anda sudah dipercikkan Lailatul Qadri oleh Allah Swt.

'Lailatul qadri' berarti 'malam penentuan'. Apa yang ditentukan Allah ? Yang ditentukan oleh_Nya adalah "anggaran" yang ada di bawah Malik_Nya, anggaran kehidupan makhluk Allah Swt untuk tahun ke depan. Pada malam itu diperingati Allah bersama malaikatnya di 'Lauhil Mahfuts, 1 Syawal sampai Ramadhan berikutnya; sekian makhluk yg dihidupkan, sekian yang dimatikan, sekian yang dinaikkan derajatnya, sekian yang di angkat kekayaannya, sekian yang di angkat jodohnya dan sebagainya.

Olehnya dianjurkan kepada kita untuk senantiasa beristiqamah, bermunajat agar kita termasuk hamba-hamba Allah yang terpilih. Istiqamah atau munajat ini senantiasa kita lakukan dari awal sampai akhir Ramadhan, disetiap waktu atau kesempatan, jangan hanya sehabis shalat wajib, karena itu menyalahi prinsip tauhid. Kenapa ? Karena Allah tidak hanya berada dibelakang shalat, ia senantiasa eksis dimanapun dan kapanpun.
Misal:
# "Ya Allah, masukkanlah aku didalam perhitungan hambamu yang kau angkat derajat ketakwaannya".
# "Ya Allah, masukkanlah aku didalam perhitungan hambamu yang kau angkat derajat keduniawiannya".
# "Ya Allah jadikanlah hidupku jauh lebih baik daripada tahun-tahun yang telah aku lalui".

Shalat "tatawwaw" sebagaimana yang tertera di awal tulisan ini adalah shalat "tatawwuan" atau "tarawih" yang kita kenal selama ini. Tarawih juga berarti "tarawwah" artinya shalat yg dilaksanakan dalam keadaan istirahat. Rasulullah melaksanakannya sebanyak 8 rakaat. Tetapi prinsip sahabat Rasul, kalau Rasul 8 rakaat berarti kita harus lebih dari itu. Makanya kenapa sampai sekarang di Tanah Suci Mekkah ada Tarawih yang 20 rakaat bahkan sampai 40 rakaat.

Abi Ta'labah pernah ikut shalat tarawih dibelakang Rasul, bergetar kakinya, karena pada rakaat pertama saja selesai membaca Al Fatihah, Rasul membaca surah sampai 8 Juz. Disamping itu ia khawatir karena lama pelaksanaannya, sebab bisa-bisa waktu sahur terlewatkan, karena ia melihat waktu subuh sudah menghampiri. Ini sekedar deskripsi betapa Rasul sangat mengutamakan shalat tarawih. Namun pada dasarnya pelaksanaannya tergantung dari kesanggupan kita, sendiri maupun berjamaah. Intinya kita tunaikan, karena walaupun hukumnya sunnat, namun sangat dianjurkan, karena tarawih hanya bisa dan ada pada saat Ramadhan saja.

masyaallah, tabarakallah,
wallahu 'alam bishshawab.
Makassar, 19 Agustus 2010
Read more...

diary ramadhan

Kedatangan Ramadhan meleburkan amarah, lawwama, malhamah. Yang dipanggil adalah 'amanu' (orang-orang beriman), 'la alla tatta' (semoga akan lahir orang-orang bertakwa). karena di Ramadhan ada 'lailatul qadri' (malam perhitungan). Segala bentuk kebaikan akan mendatangkan balasan yang berlipat. Ramadhan merupakan bulan kudus (bulan yang maha suci) bagi ummat Islam dan secara subtantif kerahmatannya bagi keseluruhan alam semesta dan isinya. Ramadhan bersumber dari kata "ridha" (Bugis: riona puangnge). Sekalipun dosa kita seluas langit dan bumi, Jika Allah menjatuhkan ridha sebesar zarrah pun maka terhapuskanlah dosa-dosa itu.

Oleh karena itu kenapa sebelum shalat biasanya kita lafazkan "ilahii anta maaqsudii waa ridhaaka mathlubi", karena semata-mata kita melakukan ibadah hanya untuk mendapatkan ridha_Nya. Sifat ridha ini merupakan kehormatan tertinggi Allah kepada hamba_Nya. Karena Ramadhan bulan yang maha suci, maka Ramadhan harus disambut/menjemputnya pula dalam keadaan suci. Puasa Sunnah (sya'ban) sebelum Ramadhan memberikan pengertian bahwa adanya kesucian pada indvidu sebelum memasuki Ramadhan, termasuk mandi bersuci, shalat taubat, dll. Ini berarti kesucian rohani dan jasmani terpenuhi sebelum Ramadhan mendatangi kita. Untuk itu selamat menjemput kedatangan Ramadhan, menjemput dalam arti menyucikan lahiriah (Mandi bersuci, memotong rambut, kuku, dsb-nya), bathiniah (puasa sya'ban, shalat taubat, sujud syukur, dsb-nya) dan harta kita (sedekah, infak, dsb-nya), termasuk sedekah bacaan Qur'an yang kita tujukan pahalanya buat keluarga kita yang telah berpulang kerahmatullah maupun yang belum.

Perintah puasa ramadhan termaktub dalam firman Allah SWT. Q.S. Albaqarah:183; "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa". Kata terakhir "tattaqun" (bertakwa) sy garis bawahi, karena kata ini sebenarnya memiliki makna ganda.

"Tatta" dalam "ta" yg pertama bermakna "ittaku" yaitu untuk meningkatkan ketakwaan sedangkan "ta" yang kedua bermakna untuk menyempurnakan kehidupanmu di dunia secara keseluruhan. Jadi dapat disimpulkan bahwa bulan Ramadhan, selain instrumen untuk meningkatkan ketakwaan (derajat kemanusiaan) juga berfungsi sebagai instrumen meningkatkan kehidupan keduniawian kita (derajat keduniawian).

Melalui ibadah ritual dan sosial di Ramadhan, harapannya derajat kemanusiaan (takwa) kita terangkat, dan melalui ikhtiar, doa, permohonan, dan munajat selama bulan suci ramadhan, harapannya derajat keduniawian (rezeki, status sosial, pangkat, jodoh, dsbnya yang menyangkut urusan kehidupan duniawi) kita ikut pula terangkat.

masyaallah, tabarakallah,
wallahu 'alam bishshawab.

                                                                                                                      Makassar, 19 Agustus 2010
image source by greetings.com
Read more...