Kesulitan dan Kelapangan


jam pasir
Setelah saya menyimak statement Cak Nun pada rubrik Reportase via caknun.com dengan judul “Kunjungan Rombongan PKS ke Pendopo Kadipiro”, saya agak terusik dengan beberapa statement yang dikemukakan beliau. Bukan karena saya menentang statement itu, justru keterusikan itu timbul karena menurut saya ada relevansi dengan apa yang pernah aku dengar dari Paman M dan AGH.

Cak Nun melontarkan pertanyaan kepada hadirin pada saat itu “apakah ‘tertawa’ itu benar atau baik?” Sebelum hadirin menjawab beliau menyambung statementnya “Kebaikan itu menyangkut moral dan etika, sementara kebenaran menyangkut sains. Tertawa bukan baik dan bukan benar, melainkan indah. Dimensi keindahan ini yang sudah lama dikesampingkan di Indonesia, maka tak ada diplomasi di Indonesia. Tak ada retorika. Dalam perjalanan saya keliling dunia bersama teman-teman, tak saya temukan diplomat Indonesia.”

Lebih lanjut beliau mengemukakan: “Ludruk itu keindahan. Dan keindahan ini bisa bermacam-macam akibat yang ditimbulkannya: bisa berakibat menangis atau tertawa. Tertawa dan menangis kan tak berlawanan. Justru di puncak frustrasi Anda akan tertawa, dan di puncak tawa Anda mengeluarkan air mata.”
Sekilas tertawa dan menangis itu sesuatu yang berlawanan, namun hakikatnya menurut Caknun bukan sesuatu yang berlawanan. Sebenarnya yang menjadi penekanan pada keterusikan saya bahwa terkadang kita mempersepsikan suatu fenomena berlawanan namun pada hakikatnya ia beriringan menyatu dalam naungan keindahan hidup dan kehidupan.

Dilain sisi, suatu ketika Paman M bertanya; “Karena menurutmu kamu telah melalui berbagai episode cinta, sekarang saya bertanya, apa itu Cinta???”. Mendengar pertanyaan beliau, kewalahan juga aku berpikir pada suatu kata atau istilah yang sudah lazim bagi kebanyakan orang. Tanpa aku jawab, beliau melanjutkan: “Cinta itu ibarat dua sisi koin mata uang, disisi yang satu ada sedih, tangis, sengsara, susah, sulit dan di sisi lainnya ada tawa, senang,bahagia, mudah, lapang dan seterusnya. Kesemuanya menyatu dalam naungan Cinta, tidak berlawanan pun tidak ada keterpisahan, justru senantiasa beriringan dalam mengarungi episode kehidupan kita. Cinta adalah sebuah nilai esensial yang kompleks dan utama dalam kehidupan personal, keluarga, maupun masyarakat”. Berdasarkan statement beliau, lagi-lagi saya tiba pada suatu perenungan bahwa hakikatnya fenomena sedih, tawa dan semacamnya bukanlah sesuatu yang berlawanan.

Hal ini pula relevan dengan konsep Alquran tentang kesulitan_kelapangan dan sejenisnya yang pada hakikatnya bukan suatu fenomena yang berlawanan. Alquran mengatakan “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kelapangan. sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kelapangan” (QS. Al-Insyirah: 5-6). AGH mengatakan pada suatu pengajian, mengapa  pada kata “usriinn” dan “yusrann” tidak ada kata penghubung seperti “waw” dan semacamnya? Karena pada hakikatnya kedua kata itu tidak ada keterpisahan, ia sesuatu yang beriringan. Jadi jika mau ditafsirkan dengan tepat yakni “sesudah kesulitan-kelapangan” pun sebaliknya “sesudah kelapangan-kesulitan”. Keduanya pun tidak memiliki kata penghubung sebab sifat kedua kata itu hakikatnya tidak memiliki “jarak”. Ibarat sebuah tagline iklan shampoo dulu yang sering kita dengar two in one. Namun esensinya hanya satu sifat, hanya persepsi dan istilah kita yang membedakan.

Menurut beliau (AGH), jika kita mengalami kesulitan, kesedihan dan sejenisnya tunggu kelak didepannya ada kemudahan, kesenangan dan sejenisnya. Begitupula sebaliknya setelah mengalami kemudahan atau kesenangan, tunggu akan kita tuai kesulitannya. Tidak ada alternatif lain. Tidak ada makhluk yang sedih berkepanjangan, tidak ada pula makhluk yang senang berkepanjangan, pasti ada jeda untuk beralih.  

Pesan moral sebenarnya dari firman Tuhan itu kita dianjurkan senantiasa berhati-hati, mewaspadai, mengontrol kejiwaan kita, dalam mempersiapkan diri agar jika terluka, tdk terlalu tenggelam dalam lara. Pun demikian sebaliknya persiapan diri jika mengalami kesenangan agar tidak larut dalam efouria berlebihan. Sebab segala sesuatu yg berlebihan adalah hal yang tidak dikehendaki oleh Tuhan yang dampaknya merugikan Abdi (hamba/makhluk) itu sendiri, baik secara fisik terlebih psikis. 

Namun, terkadang pada umumnya persepsi ego lagi awam kita, hanya mau mempersepsikan tangis, sedih, sengasara itu musibah sedangkan tawa, senang, bahagia, itu berkah. Padahal kesemuanya menyatu dalam Hidayah Tuhan, manifestasi Cinta kepada makhlukNya. Jika demikian adanya, benar apa yang difirmankan Tuhan dalam hadist qudsi bahwa "Aku adalah apa yang hambaku sangkakan". ***
image source by rw03setu.wordpress.com
Title: Kesulitan dan Kelapangan; Written by asharologi; Rating: 5 dari 5

2 komentar:

silahkan berkomentar pada kolom yang tersedia.
terima kasih.
salam... ^_^