Duhai
engkau pemilik hati dan pemilik rindu yang senantiasa mengalunkan nada indah di
harpa jiwaku dengan biola yang mengalunkan dawai indah.
Duhai kekasihku, telah kuteguhkan hati
mencintaimu sayang. Maka jangan memberi luka pada jejaknya lagi. Sebab, jika
ini hanya euphoria untuk kita, maka segeralah memberi garis batas pada hati
kita untuk berhenti. Jika ini nyata untukmu, maka tinggalkan jejak yang indah
dihatiku.
Duhai kekasihku, betapa cinta dan
kehilangan sangat tipis jaraknya. Ketika, hatiku mencintaimu dengan sepenuh
jiwaku, akupun bersiap kehilanganmu hingga aku benar-benar kehilanganmu namun
cinta yang kumiliki untukmu tak pernah hilang. Ditiap rinduku, kau menemuiku
pada hembusan angin yang kadang harus lewat dikisi-kisi jendelaku, lalu
kurasakan kau berbisik "aku datang menuntaskan rinduku untukmu, dear". Dan, jika kelak kau merindukanku,
maka aku akan datang sebagai angin, dan saat kau mendengar bisikanku dalam
desau angin, maka itulah aku didebaranmu. Dan saat kau merasakan angin bertiup
saat aku tak ada didekatmu, itu aku. Sebab rindulah yang memberi nyawa pada
angin yang berhembus ke arahmu.
Kekasihku, betapa rindu memahat hatiku
untuk tak berani merindui selainmu. Rindu yang memekat dialiran darahku. Rindu yang
kadang terhenti detaknya di jantungku. Rindu yang menanah di batinku dan
melumut di keranda jiwaku. Sungguh, rindu yang terurai itu hanya untukmu.
Sekali lagi untukmu, kekasihku. Kelak, jika kau tengok, maka dekaplah rindu itu
dan simpan di titik nadimu.
Kekasihku,
Sungguh kerinduan ini tak pernah luruh untukmu; seperti mata air gunung yang
selalu mengalir. Seperti senja indah yang sekejap merindui malammu; pun,
seperti bilah keris menghujam jantungku.
Duh,
kekasihku, beri aku cara memberitahukan hatiku agar berhenti meraba rupamu;
membiarkannya meliar merindumu; yah, barangkali aku yang salah; membiarkan
dawai itu semakin nyaring bergema di semesta jiwaku; tentang rupamu yang
memenuhi ruangku.
Sayang,
ajari aku menahan setiap rindu yang berdesakan ingin bernyanyi lantang
kepadamu. Ajari aku menuntun malamku yang sepi menemui subuh yang menuntun
sembab embun. Sebab, tahukah kamu, rindu yang kumiliki kini serupa venus yang
berpijar di kaki langit menyerupai lahar menyala dan serupa meteor yang jatuh
ke bumi bagaikan lembing menyala-nyala.
Kekasih
yang menjadi kekasih jiwaku kini, marilah kita hidup dalam naungan cinta yang
agung dan diberkahi ini. Sebab tiap helai nafas kita akan dilimpahi
kebahagianNya. Sungguh, aku mencintaimu bukan dengan airmata lagi; bukan pula
merindu yang terlarang; tapi aku mencintaimu seperti embun yang setia
membangunkan pagi; seperti matahari yang setia menemani siang; seperti senja
yang hangatkan jiwaku; seperti malam yang setia dihuni perindu. Sebab aku telah
paham bahwa tiap tetesan airmata yang mengalir di beningnya bola mataku adalah
do'a yang terikrarkan dan diijabah Tuhanku untukmu wahai kekasih yang tak lagi
menderaskan hujan di wajahku.
Duhai
kekasih belahan jiwaku, Sungguh, aku tidak ingin mencintaimu seperti air
mengalir dari hulu ke hilir; dari sungai ke laut; Pun, sungguh, tak ingin
mencintaimu seperti hujan yang menangis dari langit ke bumi. Jangan tanyakan !
Sebab, jawabanku tak pernah ada.
Kekasihku,
tahukah kamu? Aku mencintaimu bukan hanya konteks dan ko-teks yang terwacanakan
semata; bukan pula imajinatif yang selalu terfiksikan dalam ceritamu saja; dia
membaur dalam satu pemaknaan yang hanya bisa di pahami jiwamu saja.
Kekasihku, pertemuan senja dan malam
begitu indah. Namun, sungguh, mencintaimu lebih indah bagiku. Sebab, bagiku,
rindu dan cinta yang kutitipkan dijiwaku, takkan terkalahkan. Dan, begitulah
caraku menyayangi dan merindukanmu dengan segala keindahan pelangi menutupi
mendungnya hatimu. Dan beginilah aku mencintaimu dengan kata yang tak cukup
jeda menjadikannya titik, sebab, pada nyanyian jiwaku kini, tak ada jeda aku
menyusuri tiap notnya. Kelak kau akan paham, sebab titik hanyalah ada pada keinginan
Tuhan kita.
Di akhir kalimatku, duhai kekasihku, aku akan
menantimu diujung jalan ini. Bukan untuk memeluk senja lagi, tapi
menemui malam yang menjadi kekasih kita jika engkau tak ada disini. Menyapa
bintang yang tetap mendekap langit. Kuajak pula, kau menuju bukit hati,
tempatku mengingatmu jika aku merindumu. Malamku tak kan mencemburui kita,
seperti kau tak pernah nampak diraut kata dan tatapmu. Itulah sebab, aku tak
pernah jenuh mencintamu. Sebab, Engkau Kekasihku, pun telah mengajariku cara
sederhana mencintai, mencintai dalam keterbatasan, seperti katamu "tak ada
kisah yang terjadi secara sempurna tapi jadikanlah dia sempurna setelah
bersamanya.”
(by Rianti Tayu Syafna)
(by Rianti Tayu Syafna)
image source by koleksi pribadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan berkomentar pada kolom yang tersedia.
terima kasih.
salam... ^_^