menitip salam kepada kekasih part 2


Duhai engkau pemilik hati dan pemilik rindu yang senantiasa mengalunkan nada indah di harpa jiwaku dengan biola yang mengalunkan dawai  indah.
Duhai kekasihku, telah kuteguhkan hati mencintaimu sayang. Maka jangan memberi luka pada jejaknya lagi. Sebab, jika ini hanya euphoria untuk kita, maka segeralah memberi garis batas pada hati kita untuk berhenti. Jika ini nyata untukmu, maka tinggalkan jejak yang indah dihatiku.
Duhai kekasihku, betapa cinta dan kehilangan sangat tipis jaraknya. Ketika, hatiku mencintaimu dengan sepenuh jiwaku, akupun bersiap kehilanganmu hingga aku benar-benar kehilanganmu namun cinta yang kumiliki untukmu tak pernah hilang. Ditiap rinduku, kau menemuiku pada hembusan angin yang kadang harus lewat dikisi-kisi jendelaku, lalu kurasakan kau berbisik "aku datang menuntaskan rinduku untukmu, dear". Dan, jika kelak kau merindukanku, maka aku akan datang sebagai angin, dan saat kau mendengar bisikanku dalam desau angin, maka itulah aku didebaranmu. Dan saat kau merasakan angin bertiup saat aku tak ada didekatmu, itu aku. Sebab rindulah yang memberi nyawa pada angin yang berhembus ke arahmu.

Kekasihku, betapa rindu memahat hatiku untuk tak berani merindui selainmu. Rindu yang memekat dialiran darahku. Rindu yang kadang terhenti detaknya di jantungku. Rindu yang menanah di batinku dan melumut di keranda jiwaku. Sungguh, rindu yang terurai itu hanya untukmu. Sekali lagi untukmu, kekasihku. Kelak, jika kau tengok, maka dekaplah rindu itu dan simpan di titik nadimu.
Kekasihku, Sungguh kerinduan ini tak pernah luruh untukmu; seperti mata air gunung yang selalu mengalir. Seperti senja indah yang sekejap merindui malammu; pun, seperti bilah keris menghujam jantungku.

Duh, kekasihku, beri aku cara memberitahukan hatiku agar berhenti meraba rupamu; membiarkannya meliar merindumu; yah, barangkali aku yang salah; membiarkan dawai itu semakin nyaring bergema di semesta jiwaku; tentang rupamu yang memenuhi ruangku.
Sayang, ajari aku menahan setiap rindu yang berdesakan ingin bernyanyi lantang kepadamu. Ajari aku menuntun malamku yang sepi menemui subuh yang menuntun sembab embun. Sebab, tahukah kamu, rindu yang kumiliki kini serupa venus yang berpijar di kaki langit menyerupai lahar menyala dan serupa meteor yang jatuh ke bumi bagaikan lembing menyala-nyala.

Kekasih yang menjadi kekasih jiwaku kini, marilah kita hidup dalam naungan cinta yang agung dan diberkahi ini. Sebab tiap helai nafas kita akan dilimpahi kebahagianNya. Sungguh, aku mencintaimu bukan dengan airmata lagi; bukan pula merindu yang terlarang; tapi aku mencintaimu seperti embun yang setia membangunkan pagi; seperti matahari yang setia menemani siang; seperti senja yang hangatkan jiwaku; seperti malam yang setia dihuni perindu. Sebab aku telah paham bahwa tiap tetesan airmata yang mengalir di beningnya bola mataku adalah do'a yang terikrarkan dan diijabah Tuhanku untukmu wahai kekasih yang tak lagi menderaskan hujan di wajahku.

Duhai kekasih belahan jiwaku, Sungguh, aku tidak ingin mencintaimu seperti air mengalir dari hulu ke hilir; dari sungai ke laut; Pun, sungguh, tak ingin mencintaimu seperti hujan yang menangis dari langit ke bumi. Jangan tanyakan ! Sebab, jawabanku tak pernah ada.
Kekasihku, tahukah kamu? Aku mencintaimu bukan hanya konteks dan ko-teks yang terwacanakan semata; bukan pula imajinatif yang selalu terfiksikan dalam ceritamu saja; dia membaur dalam satu pemaknaan yang hanya bisa di pahami jiwamu saja.
Kekasihku, pertemuan senja dan malam begitu indah. Namun, sungguh, mencintaimu lebih indah bagiku. Sebab, bagiku, rindu dan cinta yang kutitipkan dijiwaku, takkan terkalahkan. Dan, begitulah caraku menyayangi dan merindukanmu dengan segala keindahan pelangi menutupi mendungnya hatimu. Dan beginilah aku mencintaimu dengan kata yang tak cukup jeda menjadikannya titik, sebab, pada nyanyian jiwaku kini, tak ada jeda aku menyusuri tiap notnya. Kelak kau akan paham, sebab titik hanyalah ada pada keinginan Tuhan kita.
Di akhir kalimatku, duhai kekasihku, aku akan menantimu diujung jalan ini. Bukan untuk memeluk senja lagi, tapi menemui malam yang menjadi kekasih kita jika engkau tak ada disini. Menyapa bintang yang tetap mendekap langit. Kuajak pula, kau menuju bukit hati, tempatku mengingatmu jika aku merindumu. Malamku tak kan mencemburui kita, seperti kau tak pernah nampak diraut kata dan tatapmu. Itulah sebab, aku tak pernah jenuh mencintamu. Sebab, Engkau Kekasihku, pun telah mengajariku cara sederhana mencintai, mencintai dalam keterbatasan, seperti katamu "tak ada kisah yang terjadi secara sempurna tapi jadikanlah dia sempurna setelah bersamanya.”

(by Rianti Tayu Syafna)

image source by koleksi pribadi
Title: menitip salam kepada kekasih part 2; Written by asharologi; Rating: 5 dari 5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan berkomentar pada kolom yang tersedia.
terima kasih.
salam... ^_^